NASIONALISME.NET — Indonesia tengah menghadapi paradoks besar dalam pembangunan nasional. Di satu sisi, negara ini berkomitmen pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-3 tentang kesehatan dan kesejahteraan. Namun di sisi lain, praktik politik yang sarat nepotisme dan inkompetensi struktural justru mengabaikan isu kesehatan dan keselamatan publik. Fenomena ini tidak muncul tiba-tiba, melainkan berkembang secara kronologis dari praktik lama nepotisme hingga bentuk baru yang lebih berbahaya: penempatan individu tanpa kompetensi relevan di jabatan strategis.
Awal kontroversi muncul pada November 2025 ketika Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, menyatakan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak memerlukan tenaga ahli gizi. Menurutnya, cukup ada pengawas gizi untuk memastikan jalannya program. Pernyataan ini segera memicu kritik luas dari akademisi, praktisi kesehatan, dan masyarakat sipil. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menegaskan bahwa tenaga ahli gizi adalah prioritas utama. Tanpa mereka, kualitas program berisiko menurun drastis.
Pernyataan Cucun mencerminkan arogansi profesi politik yang menganggap keilmuan dapat digantikan oleh pengalaman birokrasi. Padahal, ilmu gizi adalah disiplin kompleks yang melibatkan analisis kebutuhan nutrisi mikro dan makro serta penyesuaian terhadap kondisi kesehatan masyarakat. Dampak yang ditimbulkan sangat jelas, anak-anak penerima manfaat program MBG berisiko mengalami ketidakseimbangan nutrisi, bahkan keracunan makanan. Indonesia yang masih menghadapi prevalensi stunting sebesar 21,5% pada 2024 justru membutuhkan lebih banyak tenaga ahli gizi, bukan lebih sedikit.
Kasus kedua terkait dengan jabatan Menteri Kesehatan yang dipegang oleh Budi Gunadi Sadikin, seorang lulusan fisika nuklir ITB dan mantan bankir. Meskipun memiliki kapasitas manajerial, latar belakang non-kesehatan menimbulkan pertanyaan serius. Kritik dari para guru besar kedokteran menyoroti kebijakan Budi yang dinilai menurunkan kualitas pendidikan kedokteran di Indonesia.
Penempatan seorang bankir sebagai Menteri Kesehatan mencerminkan inkompetensi struktural: kebijakan kesehatan lebih berorientasi pada efisiensi birokrasi dan finansial, bukan substansi medis. Hal ini terlihat dari berbagai kebijakan yang dibuat lebih menekankan pada aspek manajemen rumah sakit dan pembiayaan BPJS, sementara isu fundamental seperti riset kesehatan dan kualitas pendidikan kedokteran kurang mendapat perhatian. Tanpa latar belakang kesehatan, seorang menteri berisiko membuat keputusan pragmatis dan jangka pendek, bukan kebijakan berkelanjutan.
Kasus ketiga adalah dominasi militer dan polisi dalam program MBG. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan bahwa TNI-Polri memiliki program pekarangan makan bergizi untuk mendukung MBG. Aparat berseragam tidak hanya mengamankan distribusi, tetapi juga ikut mengelola dapur dan logistik. Kehadiran aparat keamanan dalam program gizi menggeser peran tenaga kesehatan.
Program yang seharusnya berbasis ilmu kesehatan berisiko berubah menjadi proyek keamanan dan logistik semata. Tradisi militerisasi kebijakan publik ini memperlihatkan kepercayaan berlebihan pada aparat sebagai solusi universal bagi masalah bangsa. Dampaknya adalah marginalisasi profesi kesehatan dan risiko program menjadi tidak efektif.
Sejauh ini masyarakat mungkin belum merasakan dampak negatif dari berbagai masalah tersebut. Sebelum pada akhirnya terjadi bencana banjir besar yang merenggut ratusan nyawa saudara-saudara kita di Sumatra, analisis faktor penyebab terjadinya bencana tersebut mulai mengungkap busuknya kebijakan pemerintah. Selalunya kita menyalahkan curah hujan tinggi yang akhir-akhir ini terjadi, tapi faktanya sangat jelas. Langit tak bisa menurunkan gelondogan kayu.
Kronologi Kejadian
- Padang, Sumatera Barat (28 November 2025): Foto udara menunjukkan anak-anak berada di antara tumpukan kayu gelondongan di Pantai Air Tawar. Kayu-kayu tersebut hanyut dari hulu sungai saat banjir bandang, lalu menumpuk di sepanjang garis pantai.
- Tapanuli Selatan & Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (25–26 November 2025): Banjir bandang di delapan kabupaten/kota membawa ribuan kubik kayu gelondongan beraneka ukuran. WALHI Sumut menuding ada tujuh korporasi yang bertanggung jawab atas kerusakan fungsi hidrologis di sekitar DAS Batang Toru.
- Video viral di media sosial: Menunjukkan gelondongan kayu hanyut terbawa arus deras, memperlihatkan skala kerusakan hutan dan lemahnya pengawasan.
Analisis Penyebab
- Deforestasi dan alih fungsi lahan: Kayu yang terbawa banjir diduga berasal dari kawasan Areal Penggunaan Lain (APL), yaitu lahan di luar hutan negara yang sudah ditebang tetapi belum diangkut.
- Aktivitas korporasi: WALHI Sumut menyoroti tujuh perusahaan yang membuka lahan di sekitar DAS Batang Toru, sehingga fungsi hidrologis terganggu dan banjir membawa material kayu dalam jumlah besar.
- Masalah tata kelola hutan: Kementerian Kehutanan mengakui adanya persoalan dalam pengelolaan hutan dan berjanji menelusuri asal muasal kayu serta memperkuat rehabilitasi lahan kritis.
Dampak
- Lingkungan: Tumpukan kayu di pesisir memperlihatkan skala kerusakan hutan dan menjadi bukti kuat bahwa banjir membawa material dari hulu hingga pesisir.
- Kesehatan & keselamatan: Kayu gelondongan yang hanyut memperparah arus banjir, meningkatkan risiko kerusakan rumah, jembatan, dan keselamatan warga.
- Kepercayaan publik: Viral-nya video kayu hanyut memperkuat persepsi masyarakat bahwa banjir bukan sekadar fenomena alam, melainkan akibat kesalahan tata kelola lingkungan.
Secara ringkas penyebab terjadinya banjir tersebut berawal dari pemberian izin tambang dan perkebunan di kawasan hutan. Kemudian hak tersebut menumbuhkan tradisi pembangunan berbasis eksploitasi energi ekstraktif disertai minimnya rehabilitasi lingkungan dan pengawasan. Dapat disimpulkan bahwa kebijakan tersebut mencerminkan inkompetensi struktural: pejabat lebih mementingkan investasi jangka pendek dibanding keselamatan warga
Ketiga kasus kesehatan dan bencana banjir menunjukkan pola sama: inkompetensi struktural yang berakar pada nepotisme, arogansi profesi, dan politisasi kebijakan publik. Max Weber menekankan birokrasi rasional berbasis kompetensi teknis, namun praktik di Indonesia justru menyimpang.
Nepotisme melahirkan struktur politik yang mengabaikan keilmuan, sementara politisasi kebijakan menjadikan program sosial dan pembangunan sebagai alat legitimasi politik. Akibatnya, isu kesehatan dan keselamatan publik terabaikan.
Nepotisme yang bertransformasi menjadi inkompetensi struktural adalah ancaman nyata bagi masa depan Indonesia. Kasus gizi, kesehatan, dan banjir Sumatera memperlihatkan bagaimana kepentingan politik dan ekonomi mengabaikan prinsip keilmuan serta keselamatan rakyat.
Di zaman ini, Indonesia sangat membutuhkan pemimpin yang berpendidikan, berorientasi global, dan berkomitmen pada keadilan sosial agar kebijakan publik berbasis ilmu pengetahuan dan keselamatan warga. Tanpa itu, isu kesehatan dan kemanusiaan akan terus terabaikan, dan bangsa ini berisiko gagal mencapai pembangunan berkelanjutan.
Referensi :
- Kompas.com (2025) Viral pernyataan “tidak perlu ahli gizi” Wakil Ketua DPR Cucun berujung minta maaf. Available at: https://nasional.kompas.com/read/2025/11/17/18473371/viral-pernyataan-tidak-perlu-ahli-gizi-wakil-ketua-dpr-cucun-berujung-minta (Accessed: 29 November 2025).
- DetikNews (2025) Viral pernyataan Waka DPR Cucun soal ahli gizi MBG, Kepala BGN bilang begini. Available at: https://news.detik.com/berita/d-8215538/viral-pernyataan-waka-dpr-cucun-soal-ahli-gizi-mbg-kepala-bgn-bilang-begini (Accessed: 29 November 2025).
- Kompas.com (2025) Riwayat pendidikan dan karier Menkes Budi Gunadi yang didesak dicopot. Available at: https://www.kompas.com/edu/read/2025/05/24/135012971/riwayat-pendidikan-dan-kar
- Kompas.com (2025) Viral kayu gelondongan hanyut saat banjir, Kemenhut telusuri asalnya. Available at: https://lestari.kompas.com/read/2025/11/29/160800286/viral- kayu-gelondongan-hanyut-saat-banjir-kemenhut-telusuri-asalnya (Accessed: 29 November 2025).
- Jambi Independent (2025) Kayu gelondongan terbawa banjir di Sumatera, Kemenhut cari asal muasalnya. Available at: https://jambiindependent.disway.id/nasional/ read/707614/kayu-gelondongan-terbawa-banjir-di-sumatera-kemenhut-cari-asal- muasalnya (Accessed: 29 November 2025).
- Tribunnews (2025) Banjir Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah penuh gelondongan kayu, 7 korporasi ‘berdosa’ lingkungan. Available at: https://www.tribunnews.com/ regional/7760391/banjir-tapanuli-selatan-dan-tapanuli-tengah-penuh- gelondongan-kayu-7-korporasi-berdosa-lingkungan (Accessed: 29 November 2025).
- Republika (2025) Viral gelondongan kayu di banjir bandang Sumatera, Kemenhut . akui ada masalah di pengelolaan hutan. Available at: https://news.republika.co.id/ berita/t6gu1c377/viral-gelondongan-kayu-di-banjir-bandang-sumaetra-kemenhut- akui-ada-masalah-di-pengelolaan-hutan (Accessed: 29 November 2025).
Penulis: Muhammad Ammar Alfarobi












