OpiniPendidikan

Di Balik Keberkahan Idul Adha: Ungkap Ancaman Limbah Kurban bagi Lingkungan

Avatar photo
112
×

Di Balik Keberkahan Idul Adha: Ungkap Ancaman Limbah Kurban bagi Lingkungan

Sebarkan artikel ini
Beberapa warga terlihat bergotong royong membawa sapi putih untuk disembelih dalam rangka Hari Raya Idul Adha 1445 H di Grumbul Muncu, Desa Purwojati, Banyumas, Senin (17/06/2024). Tradisi kurban ini merupakan bentuk ibadah sekaligus penguatan solidaritas sosial di tengah masyarakat pedesaan. (Mujid Majnun/Unsplash)

Makna dan Antusiasme Idul Adha di Indonesia

Idul Adha adalah salah satu hari besar umat Islam yang diperingati setiap tanggal 10 Dzulhijjah, atau sekitar 70 hari setelah Idul Fitri. Hari Raya Idul Adha setiap tahunnya selalu disambut dengan antusiasme luar biasa oleh umat Muslim di Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, perayaan Idul Adha di Indonesia tidak hanya menjadi ajang ibadah, tetapi juga momentum memperkuat solidaritas sosial dan kepedulian terhadap sesama. Ribuan hewan kurban disembelih serentak di berbagai daerah, mulai dari masjid, lapangan, hingga lingkungan permukiman.

Pada Idul Adha, umat Islam di seluruh dunia melaksanakan penyembelihan hewan kurban seperti sapi, kambing, domba, kerbau, hingga unta, sesuai ketentuan syariat. Daging kurban kemudian dibagikan kepada mereka yang berhak menerima, terutama kaum dhuafa, sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki dan nikmat yang diberikan Allah SWT.

Tantangan yang berasal dari Limbah Kurban

Namun, di balik semangat kebersamaan dan nilai-nilai luhur yang diusung, terselip tantangan besar yang kerap terabaikan yaitu persoalan limbah kurban yang mencemari lingkungan. Darah hewan yang mengalir ke selokan, bau menyengat dari jeroan yang dibuang sembarangan, serta tumpukan tulang dan sisa tubuh hewan di tempat umum menjadi pemandangan yang lumrah setelah hari raya.

Fenomena ini menjadi tantangan tahunan, terutama di kota-kota besar dengan kepadatan penduduk tinggi dan ruang terbuka yang terbatas. Berbeda dengan suasana Idul Adha di pedesaan yang cenderung lebih mudah mengelola limbah secara alami, kawasan perkotaan menghadapi keterbatasan lahan dan sistem sanitasi yang kadang tidak memadai untuk menampung limbah dalam jumlah besar secara mendadak.

Dampak Negatif Limbah Kurban bagi Ekosistem dan Lingkungan

Penyembelihan hewan kurban yang biasanya dilakukan selama empat hari di berbagai daerah menghasilkan limbah organik seperti jeroan, darah, dan kotoran hewan, serta limbah anorganik berupa plastik pembungkus daging yang menumpuk secara drastis. Limbah organik ini sering kali dibuang sembarangan ke sungai atau selokan, menyebabkan bau busuk dan pencemaran air, limbah darah dan kotoran hewan kurban yang dibuang sembarangan dapat mencemari sungai dan menurunkan kualitas air, serta menyebarkan bakteri E. coli yang menyebabkan penyakit diare.

Sementara itu, Data Dewan Masjid Indonesia menyebutkan ada lebih dari 800 ribu masjid di Indonesia, dan dalam satu masjid bisa mencapai 900 paket daging kurban yang dibagikan menggunakan kantong plastik sekali pakai. penggunaan plastik sekali pakai untuk membungkus daging memperparah masalah karena plastik sulit terurai dan menambah beban pencemaran lingkungan. (Fuadi Fauzi Rusydan, 2020)

Dampak yang muncul bukan hanya gangguan estetika, tetapi juga risiko nyata bagi kesehatan masyarakat, mulai dari diare, hepatitis, tifus, hingga infeksi kulit dan mata. Selain itu, pencemaran air berdampak pada kematian ikan dan terganggunya ekosistem perairan.

Dampak negatif dari pengelolaan limbah yang buruk antara lain:

  • Penurunan kualitas air dan tanah akibat kontaminasi limbah organik.
  • Penyebaran bakteri berbahaya seperti E. coli yang dapat menyebabkan penyakit diare, hepatitis, tifus, dan infeksi lainnya.
  • Bau tak sedap, kematian ikan di perairan, serta munculnya hama seperti lalat dan tikus yang membawa penyakit.
  • Penumpukan sampah plastik yang sulit terurai dan mencemari lingkungan dalam jangka panjang.

Permasalahan limbah kurban yang terus berulang sebagian besar disebabkan oleh kurangnya edukasi dan koordinasi panitia kurban dalam pengelolaan limbah yang ramah lingkungan. Minimnya fasilitas pengelolaan limbah di lokasi penyembelihan hewan kurban membuat limbah dibuang seadanya. Di sisi lain, pengawasan pemerintah daerah terhadap praktik ini masih lemah dan regulasi terkait pengelolaan limbah kurban belum optimal diterapkan.

Peraturan Menteri Pertanian No. 114 Tahun 2014 secara jelas menegaskan bahwa penyembelihan hewan kurban idealnya dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) atau lokasi yang memenuhi standar kebersihan dan kesehatan tertentu. Tujuannya adalah untuk menjamin proses penyembelihan yang higienis dan meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. (Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia, 2014)

Solusi untuk menghadapi tantangan Limbah Kurban yang inovatif

Menghadapi tantangan ini, dibutuhkan sinergi antara masyarakat, panitia kurban, dan pemerintah dengan pendekatan inovatif dan berkelanjutan, yaitu :

  1. Panitia kurban perlu mendapatkan pelatihan tentang pengelolaan limbah yang ramah lingkungan. Panitia dibekali pengetahuan praktik mengenai pembuangan limbah yang benar, seperti mengubur limbah organik di lubang khusus yang telah diberi disinfektan.
  2. Penggunaan Kemasan Ramah Lingkungan, Mengganti plastik sekali pakai dengan wadah ramah lingkungan seperti daun pisang, besek bambu, atau kotak kardus daur ulang. Alternatif kreatif lainnya dengan mendorong warga penerima daging dapat membawa wadah sendiri dari rumah.
  3. Peran Aktif Pemerintah dalam menyediakan fasilitas pengumpulan dan pengangkutan limbah kurban. Membuat dan menegakkan aturan tegas terkait pembuangan limbah sembarangan, serta memberikan sanksi bagi pelanggar.
  4. Pemanfaatan Limbah Organik seperti kotoran dan sisa potongan hewan dapat diolah menjadi pupuk kompos atau bahan baku biogas, sehingga memberi nilai tambah ekonomi dan mengurangi pencemaran.
  5. Pemilihan Lokasi Penguburan Limbah yang tepat harus dilakukan di lokasi dengan resapan air rendah untuk mencegah kontaminasi sumur warga dan tidak tercemar.

Kesimpulan

Idul Adha adalah momentum spiritual dan sosial yang sangat berharga. Namun, ritual ibadah tidak boleh merugikan ruang hidup bersama. Praktik keagamaan seperti kurban justru harus menjadi ajang menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab kolektif terhadap lingkungan. Kita tidak membicarakan pelarangan kurban, melainkan mengajak semua pihak untuk mengelolanya secara cerdas, sistematis, dan berkelanjutan. Ibadah yang bijak adalah ibadah yang tidak meninggalkan bau busuk di kota, tidak mencemari air yang kita gunakan, dan tidak merusak bumi tempat kita berpijak.

Harapan kita bersama, tradisi kurban tetap berjalan dengan penuh keberkahan, selaras dengan upaya menjaga lingkungan. Dengan begitu, manfaat kurban dapat dirasakan secara utuh oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa menimbulkan beban baru bagi alam dan generasi mendatang.

Daftar Pustaka

  • Fuadi Fauzi Rusydan. (2020, October 10). Kelola Limbah Qurban Cegah Pencemaran Lingkungan. Aliansi Zero Waste Indonesia.
  • PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. (2014). Pemotongan Hewan Kurban. Database Peraturan.

Penulis: Marsya Octaviana Budiawan (172241119), Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga

Editor: Fuad Parhan, Tim NewsFeed.id