NEWSFEED.ID, Semarang — Selama ini, kalau mendengar kata “hubungan industrial”, mungkin yang terlintas di benak sebagian orang adalah urusan hukum yang rumit, demo buruh, atau konflik antara pekerja dan perusahaan. Tapi setelah saya punya kesempatan untuk langsung terjun ke dalam dunia ini, saya menyadari bahwa hubungan industrial tidak sesederhana itu. Ia bukan sekadar tumpukan aturan atau surat-menyurat yang formal dan kaku. Hubungan industrial adalah upaya menjaga keseimbangan antara hak pekerja dan kepentingan perusahaan, antara keadilan dan produktivitas.
Pengalaman saya dimulai dari aktivitas yang mungkin terlihat sepele: menginput buku tamu. Setiap hari, saya mencatat siapa saja yang datang ke kantor mulai dari pekerja yang ingin menyampaikan keluhan, pihak HRD perusahaan yang ingin berkonsultasi, hingga serikat pekerja yang datang membawa aspirasi. Dari aktivitas ini, saya mulai memahami bahwa buku tamu bukan sekadar catatan kunjungan, melainkan sumber data penting yang bisa menunjukkan tren persoalan ketenagakerjaan. Apakah sedang marak kasus PHK? Apakah banyak pengaduan soal upah? Semua itu terekam sejak awal dari catatan sederhana tersebut.
Seiring waktu, saya mulai terlibat dalam hal-hal yang lebih teknis, seperti membantu pengelolaan surat surat seperti permohoanan pencatatan Perjanian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Peraturan Perusahaan (PP), pencatatan laporan PHK, pencatatan pengaduan DLL. Untuk dimana nantinya ditentukan pegawai yang akan menanganinya. Dan surat kesepakatan bersama yang dibuat setelah proses mediasi berhasil. Surat ini menjadi bukti bahwa pekerja dan pengusaha telah menyelesaikan perselisihan secara damai. Namun, saya juga menyaksikan bahwa tidak semua proses mediasi berjalan mulus. Ada kalanya kedua belah pihak tidak menemukan titik temu, dan kasus harus berlanjut ke tahap Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Dari situ, saya belajar menyusun dokumen-dokumen penting, memahami struktur laporan perselisihan, dan pentingnya ketelitian serta netralitas dalam menangani persoalan yang menyangkut hak banyak orang.
Dari sekian banyak kasus yang datang, masalah pengupahan menjadi topik yang paling sering muncul. Banyak pekerja yang merasa upah mereka tidak sesuai dengan ketentuan baik karena di bawah UMK, pembayaran yang terlambat, atau sistem penggajian yang tidak transparan. Di sinilah saya mulai memahami bahwa gaji bukan hanya sekadar angka. Bagi para pekerja, itu adalah bentuk penghargaan atas kerja keras mereka, dan juga penopang utama kehidupan keluarga mereka. Saya mempelajari dasar-dasar hukum pengupahan seperti yang tercantum dalam PP Nomor 36 Tahun 2021, tapi di luar semua aturan itu, saya juga melihat sisi manusiawinya: rasa kecewa, cemas, bahkan marah, yang muncul saat hak-hak dasar tidak terpenuhi.
Saya juga berkesempatan terlibat dalam proses konsultasi ketenagakerjaan. Di ruangan itu, saya melihat bagaimana pekerja datang dengan perasaan bingung dan takut. Ada yang baru saja di PHK, ada yang menghadapi mutasi kerja yang tidak jelas, dan ada juga yang ingin tahu hak-haknya sebagai buruh kontrak. Dalam kondisi seperti itu, tugas kami adalah menjadi pendengar yang baik, menjelaskan dengan bahasa yang sederhana, dan tentu saja tetap berpijak pada aturan hukum yang berlaku. Saya belajar bahwa menjadi bagian dari hubungan industrial tidak hanya menuntut pengetahuan teknis, tapi juga empati dan komunikasi yang efektif.
Pengalaman paling berkesan saya alami saat ikut mendampingi mediator dalam proses mediasi antara perusahaan dan pekerja. Di ruangan itu, saya menyaksikan langsung bagaimana dua pihak yang berselisih duduk bersama, menyampaikan argumen mereka, dan berusaha mencari jalan keluar. Saya tidak berperan sebagai pengambil keputusan, tapi saya membantu menyiapkan tempat, dokumentasi, dan memastikan proses berjalan tertib. Mediasi tidak selalu mudah. Kadang ada ketegangan, kadang suara meninggi. Tapi di akhir sesi, saat kedua pihak akhirnya sepakat dan menandatangani kesepakatan bersama, saya merasa ikut menyelamatkan satu hubungan kerja yang hampir retak.
Dari seluruh pengalaman ini, saya belajar satu hal penting: hubungan industrial adalah tentang menjadi jembatan, bukan penghalang. Dunia kerja tidak selalu mulus. Konflik bisa terjadi kapan saja. Tapi selalu ada jalan tengah jika semua pihak mau duduk bersama dan mendengarkan satu sama lain. Komunikasi, keadilan, dan keberanian untuk menyelesaikan masalah dengan kepala dingin adalah kunci dalam menjaga harmoni di tempat kerja.
Sebagai mahasiswa manajemen, pengalaman ini membuka mata saya. Dunia kerja bukan hanya soal target dan keuntungan, tapi juga tentang manusia dengan hak, harapan, dan perjuangannya masing-masing. Dan saya bersyukur pernah menjadi bagian, walau kecil, dari upaya menjaga keseimbangan dan keadilan itu.
Penulis: Syaiful Rifkhan Efendy, Mahasiswa Manajemen Universitas PGRI Semarang (UPGRIS)